Apekabar.com

JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana Terapkan Keadilan Restoratif pada Perkara Pencurian Handphone di Tanjung Perak

Ditulis oleh: apekabar.com | 30/07/2024

APEKABAR.COM/JAKARTA – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 13 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Moh Lutfi bin Sawi dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangka melanggar 362 KUHP tentang Pencurian.

Kronologi bermula saat Tersangka Moh Lutfi bin Sawikeluar dari rumah dengan berjalan kaki kemudian tidaksengaja melihat 1 (satu) unit Handphone Samsung Galaxy A24 warna silver milik Saksi Korban MIFTAKHUL HUDA di dasbord sepeda motor.

Selanjutnya Tersangka langsung mengambil 1 (satu) unit Handphone Samsung Galaxy A24 warna silver dan memasukan ke dalam saku celana pendek sebelah kiri.Setelah berhasil mengambil 1 (satu) unit HandphoneSamsung Galaxy A24 warna silver tersangka masuk ke dalamgang Gaduka Utara Surabaya untuk memindahkan 1 (satu) unit Handphone Samsung Galaxy A24 warna silver ke depanperut tersangka dengan ditutupi kaos dan kejadian tersebutdilihat oleh warga dikarenakan gerakgerik Tersangkamencurigakan dan diamankan oleh pihak kepolisian.

Tersangka melakukan perbuatan itu karena faktor ekonomidan berkeinginan untuk memiliki sebuah Handphone namuntidak ada biaya.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan NegeriTanjung Perak Ricky Setiawan Anas, S.H., M.H., Kasi Pidum Yusuf Akbar Amin, S.H., M.H. serta Jaksa FasilitatorHerlambang Adhi Nugroho, S.H., menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan. Terlebih, Saksi Korban juga belum mengalami kerugian karena Tersangkasudah diamankan sebelum Handphone tersebut terjual atauberpindah tangan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Perak mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Dr. Mia Amiati, S.H., M.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa, 30 Juli 2024.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 12 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:

1. Tersangka Riadi bin Rubikan dari Kejaksaan NegeriJombang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Perbuatan Penganiayaan.
2. Tersangka Hadrawa bin Tamun dari Kejaksaan Negeri Sumenep, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Taufik Hidayatullah bin Mistar dari KejaksaanNegeri Sumenep, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentangPerlindungan Anak.
4. Tersangka Oktavian Rizky Waluyo als Tigor bin PancaWaluyo dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangkamelanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
5. Tersangka Mohamad Agusalim St bin Alm Mukhson dariKejaksaan Negeri Kota Kediri, yang disangka melanggarPasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Muhammad Syafiuddin bin Kasmuji dariKejaksaan Negeri Tuban, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Saputra Ananda Suhenda bin Ifan Suhendradari Kejaksaan Negeri Tuban, yang disangka melanggarPasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
8. Tersangka Fifing Liasdori dari Kejaksaan Negeri Jember, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
9. Tersangka Rachmad Zulfian bin Alm Zulkifli dariKejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangkamelanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Kedua Pasal 372 KUHP tentangPenggelapan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke1 KUHP.
10. Tersangka Muhammad Helmi bin Ramli dari KejaksaanNegeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang penadahan.
11. Tersangka Muhammad Irsan Lestaluhu dari KejaksaanNegeri Halmahera Tengah, yang disangka melanggar Pasal351 Ayat (1) KUHP tentang penadahan.
12. Tersangka Nadia binti Pauzi dari Kejaksaan Negeri Bangka Barat, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkankeadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangkatelah meminta maaf dan korban sudah memberikanpermohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangiperbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela denganmusyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, danintimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkanpermasalahan ke persidangan karena tidak akanmembawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) BerdasarkanKeadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan RepublikIndonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari2022 tentang Pelaksanaan Penghentian PenuntutanBerdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudankepastian hukum. (Red/Dwipa)

Berita Terbaru